Friday, May 23, 2003

Mahasiswa “Segel” Kantor Gubernur Jawa Tengah

Semarang, Kompas – Ratusan pegawai negeri sipil yang bekerja di kantor Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Rabu (21/5), sempat telantar selama lebih dari setengah jam untuk masuk kerja, menyusul aksi unjuk rasa yang dilancarkan mahasiswa yang tergabung dalam Perlawanan Rakyat Semarang (Parang).


Mahasiswa beraksi sejak pukul 05.30 pagi dengan mengunci seluruh pintu gerbang masuk ke kantor Pemprov Jateng dan gedung DPRD Jateng di Jalan Pahlawan, Semarang.

Lima pintu gerbang masuk ke kompleks kantor Pemprov Jateng maupun DPRD Jateng itu diblokir mahasiswa yang berunjuk rasa sambil membawa berbagai spanduk dan poster.

Aksi mahasiswa gabungan dari Badan Eksekutif Mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Kota Semarang ini menuntut pemerintah agar menurunkan harga kebutuhan pokok, menolak pencabutan anggaran subsidi untuk masyarakat, serta menuntut pemberantasan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Akibat aksi pemblokiran pintu masuk ke kompleks kantor Pemprov Jateng sepagi itu, tidak hanya membuat bingung pegawai negeri yang kebetulan berkantor di situ. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan petugas Hansip yang berjaga pun dibuat panik.

Petugas langsung mengontak aparat Poltabes Semarang. Tak lama kemudian, satuan Pengendali Massa Poltabes Semarang tiba dan melakukan negosiasi dengan koordinator aksi.

Di tengah upaya negosiasi, sebagian polisi masuk ke halaman kantor melalui pintu belakang di Jalan Menteri Supeno dengan meloncati pagar. Mereka langsung mendorong sejumlah mahasiswa yang mencoba menahan pintu gerbang. Aparat memukuli mahasiswa itu dengan pentungan rotan, menyebabkan pengunjuk rasa kewalahan.

Sekitar pukul 06.45, situasi kantor Pemprov Jateng sudah dikuasai aparat dan semua pintu gerbang dibuka. Pengunjuk rasa memilih berkumpul di depan gedung DPRD Jateng dan melanjutkan orasinya.
Gubernur Jateng Mardiyanto yang datang ke kantor pada pukul 07.00 leluasa masuk karena pintu gerbang sudah dibuka dan dijaga aparat polisi.

Pemukulan wartawan
Dalam aksi pemukulan oleh polisi terhadap mahasiswa yang melakukan unjuk rasa, ternyata juga menimpa reporter radio El Shinta Jakarta, Andhika Puspita Dewi.

Andhika menuturkan, dirinya hendak menjauhi kerumuman mahasiswa saat polisi menyerbu dan mementungi mereka. Akibatnya, dia terlambat mengelak dan terkena pentungan rotan di bagian punggungnya.

Aksi kekerasan yang menimpa wartawan ini menimbulkan kecaman terhadap polisi yang dilancarkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Radio (AJR) Semarang.

AJI Semarang dan AJR Semarang menuntut Kepala Poltabes Semarang meminta maaf atas terjadinya pemukulan terhadap wartawan yang sedang melakukan pekerjaannya dan menindak pelaku pemukulan tersebut.

Peringatan Reformasi
Aksi memperingati reformasi dan tumbangnya rezim Orde Baru juga dilakukan ratusan mahasiswa di Yogyakarta dan Purwokerto.

Di Yogyakarta, tiga kelompok mahasiswa, Rabu berunjuk rasa untuk menyatakan keprihatinan atas matinya reformasi di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta.

Ketiga kelompok mahasiswa tersebut adalah Komite Aksi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Yogyakarta, Gerakan Aliansi Komisariat HMI Baru Yogyakarta, dan Keluarga Mahasiswa Yogyakarta. Ketiga kelompok mahasiswa menuntut penyelesaian agenda reformasi ekonomi, hukum, dan politik.

Sementara itu, KAMMI Daerah Purwokerto melakukan aksinya di Alun-alun Purwokerto, sejak Selasa malam hingga Rabu siang. Mereka menggelar aksi keprihatinan dalam rangka memperingati lima tahun perjalanan gerakan reformasi.

Selasa malam lalu, puluhan mahasiswa yang mengenakan kostum pocongan melakukan long march dari kampus Universitas Jenderal Soedirman menuju Alun-alun Purwokerto.
Sambil membawa keranda, mereka meneriakkan yel-yel matinya reformasi. Aksi dilanjutkan Rabu dan massa pun menyuarakan kekecewaan karena reformasi tidak membawa perubahan. (WHO/BSW/ANA)

Sumber: www.blogaji.wordpress.com
Kamis, 22 Mei 2003

No comments: