Thursday, July 20, 2006

Diprotes, Pemukulan Wartawan oleh Anggota TNI

Semarang, Sebuah pesawat jenis Cassa 212-200 nomor seri A 9132 milik Penerbad, Rabu (19/7) pukul 08.22, jatuh di areal tambak wilayah Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, tepatnya sekitar 500 meter dari landas pacu Bandara A Yani Semarang. Peristiwa tersebut menyebabkan dua korban tewas. Mereka adalah pilot Kapten Kav Faisal Mandaka (31) dan kopilot Lettu Art Berto Rizal Tambunan (28).

Menurut saksi mata, Ahmad Iman (58), sebelum jatuh, dia melihat pesawat tersebut mengeluarkan bunyi seperti orang terbatuk-batuk. Di tengarai, suara itu berasal dari mesin pesawat yang mengalami gangguan. Sesaat setelah terdengar bunyi tersebut, pesawat terlihat oleng seperti lepas kendali.

"Tak berapa lama, pesawat jatuh ke dalam tambak. Setelah itu saya mendengar suara ledakan keras seperti suara mercon," ungkap Ahmad, pemilik tambak yang saat kejadian berada beberapa meter dari lokasi. Dia mengaku mengetahui persis kecelakaan tersebut. Sebab, saat itu dia sedang menunggui tambak bersama rekannya, Ahmadi (54).

Pengamatan Suara Merdeka di lapangan menunjukkan, badan pesawat latih buatan tahun 2002 tersebut terbelah menjadi dua bagian dan terbenam di tengah tambak. Bagian kepala pesawat berada di sebelah timur dan tidak terlihat, sedangkan bagian tubuh pesawat yang utuh tersembul di atas permukaan air.

Untuk mencapai lokasi jatuhnya pesawat, tim evakuasi harus melalui jalan setapak di atas pematang tambak. Mereka sempat mengalami kesulitan saat hendak mengevakuasi korban. Pasalnya posisi kokpit pesawat terbenam ke dalam tambak yang berlumpur hingga sedalam lima meter lebih.

Kendati demikian, selang setengah jam kemudian evakuasi terhadap kedua korban berhasil dilakukan. Kedua korban meninggal di tempat kejadian karena terluka parah di bagian kepala. Kedua tangan dan kaki mereka mengalami patah tulang. Begitu dievakuasi, kedua jenazah langsung dilarikan ke RST Bhakti Wira Tamtama Jl Dr Soetomo Semarang.

Kapten Kav Faisal Mandaka dan Lettu Art Berto Rizal Tambunan adalah anggota Kesatuan Skuadron 21 SEND Penerbad Jakarta. Mereka sedianya menjadi siswa Pusdik Penerbad Semarang selama enam bulan. Kedua korban mulai menjadi siswa Pusdik awal April lalu. Padahal, jika lulus ujian, Lettu Art Berto Rizal Tambunan pada akhir Oktober mendatang akan naik pangkat menjadi Kapten.

Mengenai sebab-sebab kecelakaan, hingga kemarin Dan Lanud A Yani Kolonel Pnb Sudarto mengatakan baru akan melakukan penyidikan. Penerbangan yang dilakukan kedua prajurit tersebut adalah penerbangan persiapan untuk ujian di Pusdik Penerbad Semarang.

"Pendidikan yang dilakukan kedua korban sedianya dilakukan enam bulan. Untuk sementara kami masih melakukan penyidikan secara terperinci mengenai sebab kecelakaan yang mengakibatkan tewasnya korban," ungkap Sudarto saat mendampingi Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Agus Soeyitno, Kapendam Letkol CAJ Agus Subroto, dan Kapolwiltabes Semarang Kombes Drs Suhartono, di lokasi jatuhnya pesawat.

Menurut data yang diperoleh, pesawat Cassa 212 tersebut terbang dari Lapangan Mabes Penerbad di Pondokcabe, Tangerang, menuju Bandara A Yani Semarang. Ketika hendak landing, pesawat ditengarai mengalami gangguan di bagian mesin. Akibatnya, pesawat jatuh ke areal tambak yang ada di sekitar ujung landas pacu bandara.

Seusai diautopsi di RST Bhakti Wira Tamtama, jenazah kedua korban langsung dibawa ke Markas Penerbad Semarang. Jenazah Lettu Art Berto Rizal Tambunan disemayamkan terlebih dahulu di rumah mertuanya, Andreas Budi Waluyo (52), di Jl Saptamarga II No 119, Kelurahan Kembangarum, Semarang Barat. Adapun jenazah Kapten Kav Faisal Mandaka disemayamkan di Markas Penerbad. Sedianya, kedua jenazah tersebut akan dibawa ke Mabes Penerbad di Pondokcabe keesokan harinya (hari ini-Red) dengan pesawat terbang.

Wartawan Dipukul

Sementara itu, kecelakaan tersebut sempat menimbulkan insiden pemukulan terhadap salah seorang wartawan yang hendak meliput. Korban adalah Muhammad Saechu, wartawan Radio Rasika Semarang. Saechu atau yang kerap disapa Alfian itu dipukul dengan gagang senjata tajam jenis sangkur oleh seorang anggota tentara. Akibatnya, Alfian luka memar di bagian wajah.

Insiden tersebut bermula saat sejumlah wartawan hendak mengambil gambar bangkai pesawat yang jatuh. Namun oleh aparat yang berjaga, wartawan tidak diperkenankan memasuki lokasi kejadian. Sejumlah wartawan berinisiatif mengambil jalan lain yang tidak dijaga. Akan tetapi, usaha tersebut diketahui seorang petugas.

Alfian yang terpencar dari rekan-rekannya pun dicegat. Kunci kontak sepeda motornya diambil paksa dan dia dipaksa menuntun kendaraannya. Belum sempai lima meter ia menuntun, aparat tersebut kembali menghampiri Alfian. Wartawan yang dikenal kalem itu dibentak dan dipaksa menceburkan diri ke area tambak. Tentu saja, pakaian, celana, dan tas yang dipakainya kotor penuh lumpur.

Tak hanya itu, Alfian yang saat itu sedang mengenakan helm itu dihantam kepalanya dengan sangkur. Helm yang dikenakannya pun pecah. Akibatnya, wajah korban mengalami luka memar. Bahkan Alfian mengaku diancam akan dibunuh jika tak menuruti perintah anggota tentara itu.

"Saya sudah minta maaf, tapi dia malah mengancam akan menembak saya. Karena takut, saya menuruti perintahnya," ungkapnya.

Musibah kecelakaan itu juga mengakibatkan tertundanya penerbangan sejumlah maskapai rute Jakarta-Semarang. Maskapai yang tertunda itu adalah Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 232 dan Adam Air KI 182. Jadwal penerbangan tersebut mundur sekitar 1,5 jam.

Menurut Budhi Yanto, Airport Duty Manager Bandara A Yani, penundaan penerbangan itu dilakukan untuk lebih memprioritaskan upaya pertolongan kecelakaan terlebih dahulu.

Sejumlah wartawan dari berbagai organisasi menyesalkan aksi kekerasan yang dilakukan seorang anggota TNI terhadap jurnalis Radio Rasika, Muhammad Saechu alias Alfian, saat meliput kecelakaan pesawat latih Cassa 212-200 milik Penerbad di Keluarahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang, Rabu (19/7).

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng Sasongko Tedjo menyesalkan dan memprotes keras tindakan yang dilakukan aparat TNI tersebut terhadap wartawan yang sedang melakukan tugas profesinya. Menurut dia, apa pun alasannya, tindakan itu tidak dapat dibenarkan. Apabila memang ada area tertentu yang tidak boleh dimasuki masyarakat umum, hendaknya diberitahukan dengan cara yang sopan.

''Semua pihak seharusnya membantu pekerjaan jurnalis,'' kata dia.

PWI Jateng, lanjut dia, mendukung tindakan yang diambil oleh Alfian dengan melaporkan kejadian itu ke Pomdam. Dia berpendapat, pelaku pemukulan mestinya ditindak tegas dan kejadian serupa tidak boleh terulang lagi pada masa mendatang.

Secara terpisah, Kapendam IV/Diponegoro Letkol CAJ Agus Subroto mengakui terjadinya peristiwa tindak kekerasan terhadap wartawan oleh oknum TNI. Ia sangat menyayangkan kejadian itu mengingat selama ini hubungan yang terjalin antara wartawan dan TNI di Jateng-DIY sangat kondusif dan harmonis.

Agus memahami hal tersebut sangat tidak menyenangkan bagi wartawan. Karena itu, ia memintakan maaf atas kejadian tersebut. ''Insiden ini adalah yang terakhir kali dan saya berharap kejadian serupa tidak terulang kembali.''

Kapendam menjamin pengaduan Alfian ke Pomdam akan ditindaklanjuti secara profesional. ''Lima orang akan dipanggil sebagai saksi. Jika pemeriksaan sudah selesai, pelaku kekerasan akan ditindak tegas oleh atasannya.''

Protes senada juga diungkapkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang Ardiansyah Harjunantyo. Dia menyesalkan tindakan anggota TNI yang dinilai menghambat kerja jurnalis tersebut. Padahal, selama ini hak mendapatkan informasi dijamin oleh undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sementara itu, Ketua Komunitas Jurnalis Radio Jateng (KJRJ) Edi Prayitno menilai, dalam kasus tersebut, pelaku tidak bisa disebut sebagai oknum karena menjalankan perintah pimpinan. (H21,H6,H11,H22,H12-64n)

Sumber: http://www.suaramerdeka.com

No comments: