Tuesday, March 3, 2009

Pemprov Dijaga Petugas Rambut Cepak, Hindari Banyaknya Wartawan Bodrek

Semarang, Penjagaan di kantor Pemprov Jateng mulai Senin (2/3) kemarin mendadak diperketat. Sekitar 10 petugas berpakaian safari warna hitam, berbadan tegap, dan berambut cepak menjaga lantai I Gedung A pemprov. Tugas mereka mengidentifikasi setiap orang yang masuk, dan menanyakan keperluan mereka datang ke kantor gubernur.

Penjagaan yang dilakukan terkesan mencolok, dan menarik perhatian orang yang berlalu lalang. Empat pintu masuk dan keluar gedung A masing-masing dijaga dua orang petugas. Dua lainnya berjaga di dekat lift tempat pengunjung biasa mengisi buku tamu. Kesepuluh petugas tersebut dilengkapi dengan tanda pengenal yang dipasang di dada bertuliskan PAM Setda.

Kondisi tersebut sempat membuat beberapa wartawan yang biasa meliput di pemprov dan DPRD Jateng merasa tidak nyaman.  Saat ada wartawan yang masuk, petugas menanyakan identitas, dan meminta kartu tanda anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), atau Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Jika tidak punya kartu anggota salah satu organisasi tersebut, jangan harap bisa masuk ke Gedung A. Seperti yang dialami dua wartawan yang ngepos di pemprov, Ahmad Suudi (Koran METEOR) dan Dicky Supriyanto (Suara Merdeka).

"Saat akan masuk, saya diminta menunjukkan kartu anggota PWI, AJI, atau IJTI. Jika mau masuk, saya juga diminta meninggalkan identitas dan mengisi buku tamu," ujar Ahmad Suudi kepada Radar Semarang. Padahal, tidak semua wartawan media cetak maupun elektronik menjadi anggota ketiga organisasi tersebut di atas.

Ketika mempertanyakan penjagaan tersebut, salah seorang petugas yang di dadanya tertulis nama Moch Jamil mengaku penjagaan dilakukan atas perintah Gubernur Jateng Bibit Waluyo langsung. Jamil juga mengaku berasal dari Kodam IV/Diponegoro.

"Katanya penjagaan tersebut diberlakukan per 1 Maret 2009. Saya malah baru tahu sekarang," akunya.

Kepala Biro Humas Pemprov Jateng Agus Utomo saat dikonfirmasi menyatakan, penjagaan tersebut dilakukan untuk mengantisipasi banyaknya wartawan bodrek alias wartawan tanpa surat kabar yang selama ini banyak berkeliaran di pemprov. "Saya minta rekan-rekan bisa menyesuaikan dulu. Ini demi menghindari (wartawan) yang tidak jelas," kilahnya.

Belum diketahui secara pasti apakah petugas yang diturunkan di pemprov tersebut benar-benar berasal dari Kodam IV/Diponegoro atau bukan. Sebab, saat dikonfirmasi, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV/Diponegoro Kolonel Zaenal membantah jika petugas tersebut berasal dari aparat TNI. "Tidak benar itu dari Kodam, tapi dari Pemprov sendiri," ungkapnya.

Pun ketika wartawan mengatakan salah seorang petugas penjagaan mengaku dari Kodam, Zaenal tetap menyangkal. "Tidak benar dari sini. Mungkin itu sipil," bantahnya

Minta Ditunda

Terpisah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mendukung upaya pemprov jika benar ingin menertibkan wartawan ilegal atau bodrek. Sebab, selain meresahkan, keberadaan mereka justru mencoreng profesi jurnalis. Namun semestinya, tutur Ketua AJI Semarang Triono Wahyu Sudibyo, penertiban dilakukan dengan cara yang elegan, cerdas, dan bermartabat. Antara lain, dengan terlebih dulu berkoordinasi dengan pihak terkait sebelum memberlakukannya secara sepihak. Selain berpotensi menimbulkan masalah baru, cara itu justru berpotensi disalahartikan sebagai menguntungkan pihak tertentu.

"AJI meminta kebijakan tersebut ditunda pemberlakuannya sebelum Pemprov Jateng melakukan dialog dengan pemangku kepentingan yang terlibat. Dalam hal ini bisa organisasi profesi wartawan maupun forum wartawan yang ada," jelas Triono.

Ia juga menjelaskan bahwa selama ini AJI tidak pernah diajak berkoordinasi oleh pemprov mengenai kebijakan itu. Sehingga AJI sama sekali tidak terlibat munculnya kebijakan tersebut. Penertiban wartawan, kata dia, tidak boleh berdasarkan prinsip gebyah uyah. Menurut Triono, wartawan yang tidak berorganisasi bukan berarti wartawan ilegal.

"Berorganisasi adalah hak, bukan kewajiban. Karena itu, wartawan yang tidak berorganisasi seharusnya juga diizinkan meliput di kantor gubernur selama bisa memenuhi kriteria tertentu yang dapat dibicarakan dalam dialog tersebut," tambahnya.

Selain itu, Aji meminta Pemprov Jateng tetap membuka akses informasi kegiatan gubernur sebagai salah satu hak media seperti tercantum dalam UU No 40/1999 tentang Pers. (ric/ton/aro)

Sumber:  http://www.jawapos.co.id/

No comments: