Friday, August 12, 2005

Mengasah (Lagi) Taring Pers Mahasiswa

Era Orde Baru ditandai dengan melemahnya nalar kritis media massa. Beberapa  media yang berseberangan dengan kekuasaan, ditekan sedemikian rupa. Ada yang  sampai dibredel. Saat itulah, pers mahasiswa menjadi media alternatif.

Namun, saat Orde Baru lengser pada tahun 1998, pers mahasiswa kehilangan  titik pijak. Salah satu sebabnya, media massa yang awalnya tertekan, kini  bisa bersuara lantang. Nilai-nilai alternatif persma, yang berwujud dalam  kritik pedas atas kekuasaan, luruh dan diambil alih media massa.

Atas fenomena itulah AJI Kota Semarang menggelar diskusi "Peran Pers Mahasiswa dalam Demokrasi di Tingkat Lokal." Acara berlangsung di sekretariat AJI Kota Semarang, Jl. Kelinci, 12 Agustus 2005.

Dua pengantar diskusi dihadirkan, Ardiyansyah Harjunantio (Ketua AJI) dan Sohirin (Sekretaris AJI). Diskusi yang dihadiri sekitar 24 orang itu dipandu Adi Nugroho (Dosen Fisip Undip Semarang).

Kedua pembicara sama-sama menekankan pentingnya inovasi. Di tengah puncak kebebasan informasi, persma harus merinkarnasi diri agar tidak kalah bersaing dengan media massa. "Harus diakui, saat ini ranah persma kian menyempit karena ide-idenya digarap media umum," kata Ardiyansyah yang biasa  disapa Ook ini.

"Kalau tidak berinovasi, persma bisa ditinggalkan konsumennya," sambung Sohirin.
Sementara Adi Nugroho mengatakan jurnalis umum dan mahasiswa sama, terutama soal standar etik. Misalnya, Wartawan menghormati hak narasumber, tidak menerima sesuatu dari narasumber, tidak membuat berita bohong, dan sebagainya.

"Bedanya, jurnalis yang bekerja di media umum punya deadline yang ketat, apabila dilanggar akan mempengaruhi penilaiannya di kantor pusat. Sedangkan jurnalis kampus bisa menunda pekerjaanya, misalnya ketika sedang ujian atau KKN namun tidak mempengaruhi nilai apapun," kata Adi.

Adi berharap sebaiknya persma mengangkat isu-isu yang awet dan tidak cepat habis oleh waktu, sehingga pada saat terbit nanti masih berita tetap hangat. Alternatif lainnya seperti penerbitan media on line  melalui internet oleh pers mahasiswa, dapat menjadi pilihan agar berita yang dibuat tetap hangat dan up to date.

Aktivis pers mahasiswa yang hadir mengakui pihaknya perlu 'mereformasi' diri. Mereka siap kembali ke kampus, menggarap isu-isu yang sangat spesifik dan melaporkannya sesuai gaya mahasiswa: ilmiah dan kritis.

Diskusi lesehan ini dimulai pada pukul 14.00 WIB. Selama beberapa jam, AJI dan mahasiswa berdialog demi mengasah taring nilai-nilai alternatif pers mahasiswa. Dari kegiatan ini terjalin komunikasi efektif antara jurnalis (AJI) dan aktivis persma.

No comments: